Gabriella Aritonang

Seberapa Dini Kamu Perlu Merencanakan Pendidikan dan Karirmu?

Kawan MinVit, apakah kamu termasuk orang yang melakukan perencanaan terlebih dahulu sebelum melakukan apapun, atau orang yang go with the flow? Well, bacaan ini bisa menjadi pertimbangan bagi semua orang, karena semua orang pasti menuju satu tujuan: untuk sukses, entah itu di bidang manapun dan dalam definisi apapun. Sukses pun datangnya bukan dengan turun dari langit – kecuali mungkin keberuntungan sedang berada di pihak kamu, karena sukses pun tak lepas dari peran keberuntungan, sadly. Namun, bukan berarti orang yang sudah berusaha tidak menghasilkan apapun karena sejatinya tidak pernah ada yang sia-sia dari usaha kita, setuju gak kawan MinVit?

Nah, dalam hidup, pastinya kita melewati beberapa tahap, dari mulai masih kecil lalu berproses menjadi dewasa secara fisik dan secara pikiran. Tidak ada yang langsung menjadi dewasa, semuanya melewati proses dengan cara yang berbeda-beda. Di dalam proses ini, perkembangan dan pengarahan minat bakat anak biasanya tidak lepas dari peran keluarga atau juga pengaruh lingkungan sekolah, teman-teman sepergaulan, budaya sekitar, atau dari internet, walaupun pada akhirnya yang (seharusnya) menentukan perjalanan karir adalah kita sendiri. Nah, seperti yang sudah dikatakan di awal tadi, bahwa apapun prosesnya, apapun yang sedang digapai, hidup itu untuk menjadi sukses, bisa sukses dalam pendidikan, sukses dalam pekerjaan, sukses dalam keluarga, atau bisa sesimpel sukses menjadi bahagia, bagaimanapun keadaannya. Banyak definisi sukses yang mungkin hanya kita yang tahu, hal yang jelas adalah bahwa untuk menuju tujuan, kita harus mempunyai perencanaan yang matang. 

Seberapa awal kita perlu melakukan perencanaan hidup?

“Bagaimana kalau sudah merencanakan, tapi tetap gagal?” The reality is, kegagalan dalam hidup itu sudah pasti dan sudah menjadi bagian dari proses tidak dapat dihindari. Jadi sebaiknya dalam merencanakan sesuatu, kita juga bisa mengantisipasi kegagalan dan cara mengatasinya.

Itulah mengapa kita membutuhkan perencanaan. Perencanaan bukan sesuatu yang dilakukan 1-2 hari, namun perencanaan yang baik dilakukan jauh hari sebelumnya. Perencanaan bisa dilakukan sedini mungkin, dan dalam hal ini, kita mau membicarakan perencanaan dalam pendidikan dan karir. Untuk pendidikan awal, mungkin kita belum bisa melakukan perencanaan karena masih di bawah tanggung jawab orangtua sepenuhnya, namun untuk pendidikan tingkat lanjut setelah menginjak usia legal, kita bisa memilih jurusan yang kita ingin tekuni. Peran yang bisa kita ambil bisa sesimpel memilih jurusan IPA, IPS, atau Bahasa untuk memilih jurusan kuliah dan karir di depannya, atau memilih SMA tertentu untuk bisa masuk ke perguruan tinggi yang diminati. Setelah kuliah, kita bisa mulai merencanakan apa yang ingin dikerjakan setelah lulus, dan apa saja yang bisa dilakukan saat kuliah untuk menunjang rencana tersebut.

Mengapa kita perlu melakukan perencanaan?

  1. Menghindari salah langkah 

Memang ada benarnya ketika orang mengatakan kita belajar banyak dari kesalahan. Namun, ada baiknya juga kalau kita bisa meminimalisir kesalahan tersebut dengan membuat perencanaan yang baik. Jika pada akhirnya tidak terjadi seperti yang kita rencanakan, di situ kita juga akan banyak belajar – mengalami kegagalan, bangkit dari kegagalan itu, dan juga makna dari perencanaan yang telah dilakukan. 

  1. Dunia bersifat dinamis, butuh persiapan mental dalam menghadapinya

Dunia ini selalu bergerak secara dinamis, tidak menunggu siapapun. Semenjak kecil, kita dituntut untuk mengikuti alurnya hidup, jadi perlu menyiapkan mental yang kuat dan perencanaan yang matang sedari dini agar bisa menghadapi konsekuensi apapun di depannya.

  1. Pengalaman hidup bisa membawa kamu ke kesempatan yang membuka jalan karir kamu

Pengalaman dan kesempatan bisa datang darimana saja, dengan memiliki perencanaan yang matang, hal itu bisa membuka banyak jalan untuk kamu. Tidak hanya itu, memiliki perencanaan bisa mempersiapkan kamu menuju ke banyak kesempatan pula, yang nantinya bisa membuka jalan karir kamu.

  1. Melatih diri untuk berpikir ke depan dan lebih kritis

Di dalam hidup, kita dibutuhkan untuk berpikir ke depan dan juga lebih kritis. Mengapa? Karena dengan memiliki pikiran yang maju dan kritis, kita bisa berpikir secara logis dan bisa mengevaluasi masalah hidup dari berbagai sisi. Termasuk di dalam membuat perencanaan, dibutuhkan pemikiran yang luas dan terbuka agar bisa membuat perencanaan yang matang dan terstruktur. 

Satu hal yang pasti, tidak ada kata terlambat untuk membuat perencanaan. Namun, perencanaan yang baik bisa dipersiapkan sedini mungkin! Semoga dari bacaan ini, kita bisa menata hidup dan semangat dalam menghadapi segala rintangan!

Generasi Belajar Daring, Momen Kesempatan atau Kehilangan?

Seperti yang kita tahu, sekolah dan kantor banyak yang menerapkan kondisi PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau Work From Home (WFH). Kondisi yang sekarang belum memungkinkan orang – orang untuk berkumpul dalam jarak dekat dan melakukan hal – hal secara normal, hence it’s called the New Normal. Pembelajaran di sekolah dan kampus dilakukan dalam sistem daring dan sekarang juga sudah mulai hybrid learning (metode pembelajaran yang mengkombinasikan sistem pembelajaran tatap muka dan sistem pembelajaran daring). Awalnya ini menjadi polemik tersendiri, penuh dengan keraguan apakah langkah ini dapat dilakukan – belajar dari rumah, mengajar dari rumah, bekerja dari rumah. Bagaimana dengan yang bekerja di lapangan? Apakah semua mendapatkan akses internet? Apakah semua orang mempunyai perangkat yang memadai? Banyak hal yang menjadi pertimbangan, tetapi untuk keselamatan bersama, semua hal harus dicoba, dipahami dan dimaklumi. 

Tidak terasa 2 tahun sudah berjalan dengan melakukan semuanya di rumah, secara daring. Hal ini kemudian menyorot kegiatan belajar mengajar. Dengan ini, siswa menjadi kehilangan kesempatan dalam merasakan sensasi belajar di sekolah sepenuhnya, kehilangan interaksi langsung dengan teman – teman dan guru, dan juga dengan lingkungan sekolah. Semua interaksi dilakukan secara daring dan jarak jauh. Lingkungan yang dihadapi juga lingkungan di rumah, bukan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pembelajaran dilakukan lewat daring menggunakan aplikasi Zoom dan Google Meet, didukung dengan Google Classroom, Group Whatsapp dan beberapa aplikasi penunjang lainnya. Tentu ini sebuah perubahan dari sistem konvensional pembelajaran dan pastinya memiliki berefek pada setiap siswa. Pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk bantuan uang dan juga peralatan pembelajaran jarak jauh, namun pada kenyataannya mungkin ada yang merasa dimudahkan, namun tidak sedikit juga yang merasa sulit dengan keadaan ini. Apa saja efek yang dirasakan siswa dan juga guru – guru yang mengajar, dan juga apakah hal ini menjadi momen kesempatan atau kehilangan? Bagaimana cara memaksimalkan kondisi ini?

Efek yang dirasakan para siswa dan juga guru

Sistem pembelajaran jarak jauh ini tidak hanya memberikan efek kepada siswa – siswi, tapi juga kepada sekolah dan juga guru – guru yang mengajar. Untuk para siswa – siswi, efek yang dirasakan tidak hanya kehilangan masa – masa di sekolah, namun juga kehilangan interaksi dengan teman, guru, dan lingkungan sekolah. Beban mental yang dihadapi juga lama kelamaan terasa, karena rumah yang seharusnya menjadi tempat mereka istirahat, menjadi tempat sekolah dan belajar juga. Kondisi kesehatan mereka juga bisa terpengaruh, dari yang biasa melihat papan tulis dan buku, menjadi melihat gawai terus menerus sebagai sarana pembelajaran mereka. Belum lagi bagi sekolah – sekolah yang berada di daerah pelosok, keadaan ini bisa menjadi lebih sulit karena keterbatasan jaringan internet dan gawai yang memadai. Di pihak guru, mereka harus bekerja ekstra keras untuk mendidik dan membangun komunikasi dengan anak – anak di balik layar laptop dan berusaha menerangkan materi yang dibawakan sejelas mungkin. Pihak sekolah juga harus menjaga wilayah sekolah yang tidak dipakai untuk kegiatan belajar mengajar seperti pada umumnya. Masih banyak lagi efek yang menjadi tantangan di bidang sekolah ini. 

Momen kesempatan atau kehilangan?

Di dalam kondisi seperti ini, tentu saja banyak hal – hal yang seharusnya dilakukan, namun tidak bisa dan tidak dianjurkan demi keselamatan bersama. Generasi anak – anak sekolah yang mendapatkan pembelajarannya secara daring tidak dipungkiri bisa menjadi berbeda dengan anak – anak dengan pembelajaran konvensional (tatap muka di kelas), dengan segala keterbatasan yang dihadapi. Namun, yang jelas momen seperti ini tidak bisa dilihat sebagai momen kehilangan, melainkan dilihat sebagai momen kesempatan. Meskipun keadaan yang sekarang memiliki efek yang tidak sedikit, namun momen ini bisa dijadikan kesempatan untuk menggunakan, memaksimalkan dan beradaptasi dengan kondisi yang ada, serta kesempatan untuk menyiapkan diri menuju dunia yang lebih digital. Tidak untuk sekarang, karena ini akan memakan waktu dan proses yang panjang ke depan dan membutuhkan peran dari berbagai arah, selama keadaan masih harus memaksa kita untuk hidup dengan keadaan normal yang baru. 

Sampai keadaan menjadi lebih baik lagi, mari kita menggunakan keadaan yang ada sebaik dan sesehat mungkin yang kita bisa 🙂

Mencari Jurusan yang Tepat Buat Prospek Kerja Kamu? Gak Perlu Bingung Lagi!

Memilih jurusan bisa menjadi beban pikirin tersendiri bagi pelajar. Bagi pelajar SMP yang akan menginjak jenjang SMA, memilih jurusan IPA dan IPS yang akan mereka jalani di SMA membutuhkan pertimbangan, namun karena masih termasuk general dan cukup dapat dibedakan, mungkin akan lebih mudah. Apalagi, sekarang Kemendikbud Ristek sudah akan mencanangkan penghapusan sekat – sekat antara jurusan Bahasa, IPA dan IPS. Hal ini bisa lebih memudahkan anak – anak SMA untuk lebih bisa mengeksplorasi dan memilih bidang – bidang yang mereka sukai, tanpa terhalang batasan sekatan penjurusan Bahasa, IPA dan IPS. 

Nah, penjurusan kuliah beda cerita lagi nih! Berdasarkan data dari Kemendikbudristek, ada sekitar 26.886 program studi di Indonesia. Dengan perkembangan pendidikan di Indonesia yang begitu pesat, nggak heran kalau bermacam – macam program studi pun lahir. Bikin makin pusing? Maybe, but no need! Ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan dalam memilih jurusan, agar setidaknya tidak salah ambil jurusan. Salah satu pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh calon mahasiswa adalah “nanti belajarnya apa?” atau “prospek kerjanya bagaimana?”. Sangat baik kalau kamu mempertanyakan itu berarti kamu sudah memahami arah pendidikan kamu, karena memilih jurusan kuliah tidak semudah memilih jurusan kendaraan umum yang kalau salah arah masih bisa berbalik. Dalam memilih jurusan kuliah, tidak mudah untuk memulai dari awal lagi ketika kamu merasa jurusan ini tidak tepat. Bukan tidak mungkin, namun akan memakan waktu dan biaya pula. Sehingga, perlu pertimbangan yang matang sebelum benar – benar memutuskan. 

Yang harus diperhatikan saat memilih jurusan kuliah:

Berikut hal – hal yang harus kamu perhatikan sebelum menentukan langkah kakimu ke jurusan kuliah yang akan kamu tuju:

  1. Kenali minat, bakat, dan potensi kamu.

Ketika kamu mengetahui kamu suka melakukan apa, bakat kamu di bidang apa, dan arah potensi kamu ke mana, itu akan lebih memudahkan kamu untuk memilih beberapa pilihan jurusan yang bisa kamu ambil! Karena yang paling tau diri kita adalah diri kita sendiri, dan kemudian yang akan menjalani kuliah juga kita, maka akan cukup membantu ketika kita tau minat, bakat dan potensi kamu di mana. Tidak menutup kemungkinan untuk bertanya ke orang lain untuk meminta pendapat mereka tentang potensi yang kamu miliki, karena terkadang orang lain juga bisa memperhatikan dan mengarahkan kita juga. Tidak salah juga untuk melibatkan peran tes minat bakat dan tes psikotes yang bisa dijadikan referensi kita 🙂 

  1. Lakukan riset mendalam terhadap jurusan yang kamu minati.

Hal ini menjadi poin lanjutan dari poin pertama, melakukan riset! Hal yang bisa kita catat sebagai pertimbangan lebih: pro dan kontra dari mengambil jurusan tersebut (menurut standar kita sendiri), kita juga bisa bertanya kepada teman yang sudah mengambil jurusan tersebut, lihat juga prospek kerja dari jurusan tersebut yang dibutuhkan di dunia kerja, sampai ke hal – hal lain dari biaya dan lingkungan yang ditawarkan di wilayah kampus dan sekitarnya. 

  1. Ikuti kemauan dan kemampuan kamu.

Ini juga menjadi poin yang penting dalam proses pemilihan, hindari memilih jurusan karena teman kita yang lain juga mengambil jurusan tersebut. Memang terdengar menyenangkan untuk masuk ke lingkungan pembelajaran baru bersama teman – teman kita, namun yang harus diingat adalah kemauan dan kemampuan kita dengan teman kita pastinya berbeda. Kembali lagi ke poin pertama, yang mengenali minat, bakat dan potensi adalah diri kita sendiri. 

  1. Jika memungkinkan, buatlah beberapa pilihan jurusan.

Kalau kamu masih belum pasti dengan jurusan yang akan kamu ambil, namun kamu sudah tau akan ambil di bidang apa, kamu bisa membuat list pilihan jurusan – jurusan yang kamu minati. Dengan melakukan riset juga terhadap jurusan – jurusan ini seperti di poin kedua, hal ini memungkinkan kamu untuk membuka diri terhadap banyak kesempatan yang ada! 

Gimana, kawan MinVit? Memilih jurusan memang perlu banyak pertimbangan, tapi akan menjadi lebih mudah jika didukung dengan hal – hal di atas! Bagi kamu yang masih duduk di kelas 10 dan 11, kamu masih punya banyak waktu untuk mempertimbangkan! Semoga kamu berjodoh sama jurusan yang kamu impikan yaaa!

Sumber: https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/jumlah-program-studi-per-bidang-ilmu-di-perguruan-tinggi-1521717669

Cara menghadapi dan mengatasi kegagalan

Kegagalan: Awal Mula, bukan Akhir!

Setiap proses tidak lepas dari kegagalan dan kesuksesan. They co-exist. Tidaklah mungkin jika selalu gagal dan selalu sukses, keduanya akan terjadi secara berkesinambungan dan membawa kita kepada arti kesuksesan yang sebenarnya. Bisa dibayangkan jika seseorang mengalami kesuksesan terus menerus, atau selalu gagal. Kejadian yang mereka alami tidak akan memberikan pelajaran apa – apa, sedangkan kehidupan adalah tempatnya salah dan saatnya kita belajar dari kesalahan tersebut, dan begitu juga halnya dengan kegagalan. 

Rasanya gagal? Pahit.

Mengalami kegagalan memang nggak enak. Sakit, tapi nggak berdarah.Tidak ada orang yang menginginkan kegagalan, semua ingin apa yang dikerjakan membuahkan hasil. Namun, tidak semua akan berjalan sesuai kemauan kita, betul? I assume we would know that for a fact. Mungkin kita pernah mendapatkan nilai yang tidak sesuai dengan usaha kita, mungkin kita pernah tidak diterima di sekolah yang kita inginkan, atau mungkin sesederhana masakanmu terlalu asin. Terkadang, tidak semua kegagalan ada di luar kendali kita, namun yang perlu diingat: tidak ada kegagalan yang terlalu remeh, dan tidak ada kegagalan yang terlalu besar untuk disesali. 

Namun, bukan berarti kegagalan tidak bisa kita syukuri. Gagal memang pasti dan setelah terjadi tidak bisa diubah, namun yang bisa diubah adalah bagaimana kita menerima kegagalan tersebut dan mengubahnya menjadi kekuatan. Kegagalan bukan untuk diabaikan, tetapi untuk diterima, dirasakan, dan dibuat pelajaran. 

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi kegagalan?

Ini mungkin terdengar sulit, tapi yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi kegagalan adalah dengan menerima bahwa kamu gagal. Yes, you read that right. Semakin dielak, maka semakin kamu memperbesar kesempatan kamu untuk gagal lagi kedepannya. 

How can we possibly accept and admit our failure? Well, it takes time. Maybe a lot of them. Tidak semua orang bisa menerima kegagalan secara gamblang karena mengalami kegagalan memang menyakitkan. Kebanyakan orang menganggap kegagalan sebagai sesuatu yang tidak ingin diketahui dan ingin ditutupi, mungkin bagaimana masyarakat melihat kegagalan juga mempengaruhi hal ini. Padahal, jika kita melihat kegagalan dari cara pandang yang berbeda, kamu bisa mulai dengan menganggap bahwa kegagalan ini sebagai proses pembelajaran yang berharga. Kita diberikan kesempatan untuk merasakan kegagalan bukan untuk hanya diratapi, tapi supaya kita memahami cara yang benar. Lalu, kamu bisa melihat kembali ke keberhasilan kamu sebelumnya dan memahami bahwa kamu juga pernah sukses dan memang hidup adalah roda yang berputar, tidak selamanya kamu akan di atas, dan tidak akan selamanya kamu di bawah. Kamu bisa menulis di jurnal atas segala pencapaian dan kegagalan yang kamu alami, merefleksikan hal – hal yang sudah membawamu sampai ke titik ini. Setelah kamu sudah bisa menerima kegagalan tersebut, maka selanjutnya kamu fokus pada perbaikan dari kegagalan yang sudah kamu alami. Pelajari di bagian mana kamu gagalnya dan pahami cara memperbaikinya. 

Jadi, hal yang harus diingat adalah, kegagalan bukanlah sesuatu untuk diratapi, tetapi dipelajari. Kegagalan bukan akhir dari segalanya, tapi awal mula dari keberhasilan. Memang boleh ada masa bersedihnya, namun bangkit dari kegagalan jauh lebih penting dari itu, kawan MinVit! Tetap semangat, ya!

Work Hard Work Smart

Work Hard or Work Smart?

Semakin dewasa, kita sering dihadapkan pada banyak kesibukan dan pekerjaan. Sering juga kita merasa bahwa 24 jam dalam sehari tidak cukup untuk melakukan semua pekerjaan yang ada. Alhasil, kita berpikir untuk mengerahkan semua kekuatan kita sebisa mungkin untuk menyelesaikan semua pekerjaan. 

Namun pada kenyataannya, seringkali juga kita merasa bahwa kerja keras yang kita tuangkan tidak membuahkan hasil sesuai dengan energi yang keluarkan dan waktu yang kita habiskan. Pemikiran ini bisa berujung pada perasaan frustasi dan pada akhirnya menganggu produktivitas pekerjaan kita. Nah, pernahkah berpikir untuk mengubah mindset menjadi bekerja dengan cerdas? Lantas, apa perbedaan keduanya, work hard dan work smart?

Bekerja dengan cerdas, atau work smart bukan berarti tidak harus bekerja keras, namun demi mencapai tujuan yang diinginkan dengan lebih efektif dan menghemat tenaga dan waktu, bekerja keras bisa disandingi dengan bekerja dengan cerdas. 

Tidak ada cara yang salah, it’s just a matter of choices! Untuk mengetahui pola bekerja mana yang bisa kamu aplikasikan, kita perhatikan dulu perbedaan keduanya! 

Perbedaan Work Smart dan Work Hard

Work hard berarti kita mengerahkan segala tenaga, pikiran dan waktu untuk mencapai tujuan, menargetkan kuantitas dan biasanya dengan cara yang tradisional atau saklek. Lama waktu yang dihabiskan juga bisa beragam, banyak variabel yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas waktunya.

On the other hand, work smart biasanya dilakukan dengan memahami tujuan yang ingin dituju secara keseluruhan beserta caranya, membuat skala prioritas (menghindari multitasking), menggunakan waktu istirahat semaksimal mungkin, mengejar value kualitas dari pekerjaan, dan selalu berinovasi. Dengan bekerja secara cerdas, kita juga dilatih untuk mengatur manajemen waktu dan disiplin terhadapnya juga, dan juga menghindari toxic productivity.

Nah, dari sini, kawan MinVit bisa menimbang cara mana yang lebih cocok untuk pekerjaan yang sedang dihadapi. Tetapi, better yet, kalau kita bisa menggabungkan keduanya di mana kita bisa mengerahkan seluruh kemampuan kita dan tentu dengan perhitungan efisiensi, prioritas dan manajemen waktu yang tepat! At the end of the day, tujuan yang ingin dicapai adalah sama, hanya cara bekerjanya yang berubah atau disesuaikan berdasarkan kebutuhan. 

Sebuah Riset Platform Berbasis AI, LifeVitae: Kewirausahaan Menjadi Karir yang Diunggulkan Di Antara Generasi Muda Indonesia

Sejak awal bulan Desember 2020, LifeVitae secara konsisten telah mengadakan sebuah riset berbasis pengguna di Indonesia dengan mengadakan acara dan workshop yang sejauh ini telah mencapai total peserta mencapai lebih dari 14,000. Setiap minggunya, para pengguna baru di usia 18 – 25 tahun yang pada umumnya adalah mahasiswa dan murid sekolah, atau yang biasa kita sebut Gen Z, bergabung untuk menghadiri lokakarya yang mengangkat tema pengembangan diri dan pembangunan profil.

Hal ini dibuktikan dari sebuah riset oleh LifeVitae, sebuah platform AI-Potential-Analysis, yang menggunakan teknologi AI. Anak – anak muda ini dianalisis berdasarkan karakteristik, minat dan bakat mereka (termasuk untuk passion dan hobi mereka). Riset ini menunjukkan bahwa 52.61% anak muda di Indonesia memiliki ketertarikan pada bidang kewirausahaan sebagai jalan karir mereka. Mereka menunjukkan ketertarikan dan motivasi untuk menjadi pengusaha yang sukses. Hal ini sejalan dengan perkembangan dan tren industri bisnis di Indonesia – di mana pengusaha mulai bermunculan semenjak era 2010 dan telah memberi pengaruh atas harapan anak muda untuk rencana masa depan mereka.

Bangkitnya Kewirausahaan Berbasis Teknologi di Tengah Berkembangnya Perekonomian Indonesia

Sebagai negara dengan penduduk terbanyak kelima di dunia dengan total populasi hampir 260 juta jiwa, Indonesia memiliki generasi muda di mana 50% di antaranya di bawah umur 27 tahun. Lebih dari sepertiga dari generasi muda di negara ini, di antaranya umur 15 sampai 35 tahun, ingin bekerja untuk diri mereka sendiri. Ini mungkin bukan suatu hal yang mengejutkan mengingat serangkaian startup unicorn yang sedang booming akhir-akhir ini – Startup yang telah mencapai valuasi senilai US$1 milyar – yang menginspirasi anak muda.

Business leaders seperti Achmad Zaky, pendiri e-commerce marketplace Bukalapak; Nadiem Makarim, pendiri aplikasi layanan transportasi online Gojek; dan Belva Devara, CEO dan salah satu pendiri startup edukasi berbasis teknologi terbesar di Asia Tenggara, Ruangguru – ketika mereka diusia 30an – telah berhasil mendemonstrasikan bahwa pengusaha muda dapat mengembangkan perusahaan teknologi (startup) yang masih baru menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar dalam waktu yang relatif singkat.

Dampak Munculnya Para Pendiri dan CEO Startup pada Gen Z

 Kemunculan pendiri dari beberapa startup yang sangat sukses ini dan para CEO yang telah menginspirasi Gen Z untuk memiliki ketertarikan tinggi dan motivasi terhadap bidang kewirausahaan – di mana mereka dapat membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih maju ke depannya. Umumnya, Gen Z sudah mencoba untuk mengikuti mindset dari para pengusaha sukses ini dengan menjadi terinspirasi dari semua aktivitas yang panutan mereka lakukan. Ini yang membuat riset anak-anak muda berbasis teknologi AI yang dilakukan oleh LifeVitae ini menarik karena ternyata dari semua kategori ini, bidang Kewirausahaan menempati tempat pertama dalam minat para Gen Z sekarang ini.

 Sebuah hal yang tidak mengherankan dan cukup konsisten, Desain Kreatif muncul sebagai kategori minat anak muda yang dominan di peringkat kedua dalam riset yang sama. Ini semakin mendukung premis bahwa di dalam dunia digital pasca Covid yang terjadi begitu cepat, salah satu kunci keahlian yang dibutuhkan adalah desain kreatif, terutama untuk pengusaha pemula. Sebagai lanjutan dari pengaruh COVID yang membuat keadaan terpuruk namun kemudian menjadi naratif yang membangkitkan kesadaran pada dunia kesehatan, bidang Health & Well-Being muncul sebagai kategori tertinggi ketiga di antara anak muda Indonesia berdasarkan riset berbasis AI ini.

Mengenal Lebih Dalam Tentang Karakter Generasi Muda Indonesia

Berdasarkan hasil dari riset lanjutan yang diadakan oleh LifeVitae, Gen Z memiliki beberapa karakteristik yang dapat dikategorisasikan menjadi dua bagian, human skill dan transferable skill , dimana dalam studinya, keahlian yang dapat digunakan dalam dunia kerja yang juga telah dikuasai sebagai ‘Keahlian Utama (Top Strengths)’, dan keahlian yang perlu dikembangkan dan diasah lebih sebagai ‘Keahlian yang Perlu Dikembangkan (Developing Strengths)’.

Di ‘Keahlian Utama (Top Strengths)’, aspek pertama yang muncul paling kuat adalah Emotive, yaitu kemampuan mengelola keadaan emosinya sendiri dalam setiap aktivitas dan kondisi. Di peringkat kedua, aspek Cognitive mendominasi, yaitu kemampuan mereka menggunakan kecerdasan otak untuk menganalisis, melakukan, dan menemukan solusi atas masalah yang ada. Kedua keahlian ini tentunya sangat berguna bagi Gen Z dalam memahami bagaimana cara dunia bekerja.

 Terlebih lagi, di dalam ‘Keahlian yang Perlu Dikembangkan (Developing Strengths)’, aspek pertama yang perlu dielaborasi lebih lanjut adalah Interactive atau kemampuan untuk melakukan komunikasi yang efektif dan efisien dalam memahami satu sama lain. Biasanya, kemampuan ini tidak digunakan dalam komunikasi atau interaksi langsung – karena sebagian besar aktivitas sekarang sudah mengalami perubahan menjadi digital, sebagai akibat dari pandemi ini. Aspek kedua yang perlu dikembangkan adalah Motive atau kemampuan untuk menjadi bersemangat dan termotivasi dalam melaksanakan kegiatan termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Riset ini menunjukkan bahwa Gen Z tentunya memiliki motivasi dan passion yang tinggi, namun terkadang mereka mungkin bingung untuk memulai dan bagaimana cara mereka melakukannya. Mereka juga kadang memiliki kecenderungan untuk memiliki ketertarikan yang singkat pada satu hal, cepat bosan dan kemudian mengganti kesibukan dalam waktu yang cepat.